Tangerang dan saya

November 29, 2009 at 6:10 am (Uncategorized) (, , , )

Beberapa hari ini saya kembali ke Tangerang, memang sangat dadakan, waktu itu hari rabu malam dan ternyata kepulangan saya setelah menyelesaikan beberapa urusan tidak terlalu malam, waktu itu saya ingat kalau saya sudah berada di kosan lagi jam setengah tujuh malam.

Dengan tekad bulad, tidak ingin suntuk malam malam sendirian di kosan, saya memutuskan untuk segera packing dan menelepon taksi untuk mengantarkan saya ke stasiun tugu. Saya akan mencegat Kereta Taksaka Malam.

Singkat cerita sampailah saya di tangerang. Kota ini, memang sudah banyak berubah, jika kita memperbandingkanya dengan saat saat sebelum saya meninggalkan kota ini dan melanjutkan kuliah saya di jogja, namun beberapa hal yang saya lihat berubah dari kota ini meyakinkan saya kalau kota ini akan segera menjadi kota yang sanget besar, pusat perdagangan, namun beberapa perubahan juga dari kota ini yang sungguh membuat saya bersedih, mungkin hal ini ada hubungannya juga dengan perbandingan yang saya lakukan antara jogja dengan tangerang, saya terlampau nyaman tinggal di kota yang penduduknya ramah ramah, sesuatu yang tidak saya temui di tangerang….

Oke, tinggalkan saja kekecewaan saya terhadap tangerang disana, sekarang lihat saja, bayangkan saja semua pembaca yang sekarang membaca blog ini, siapapun anda, apakah anda pernah tinggal di tangerang atau tidak, namun pernahkan anda mendengan tentang tengerang?

Kota ini, kota yang menjadi besar karena keberuntungan letak geografisnya yang berbatasan dengan ibukota Jakarta, sesuatu yang patut disyukuri karena faktor inilah, banyak industri berkembang di sini. Satu hal juga yang berkembang dengan pesat di tangerang adalah sektor properti, sebagai lahan yang berada di pinggir jakarta, mempunyai rumah di tangerang, merupakan kenyamanan buat beberapa orang yang menolak untuk tinggal di crowded city seperti Jakarta. Perkembangan perumahan, perkembangan komunitas masyarakan menjadi menengah keatas inilah yang mendorong majunya sektor perdagangan di tangerang, hal ini ditandai dengan menjulangnya mal mal mewah yang memanjakan kehidupan hedonisme ala perkotaan.

Yang menjadi pertanyaan buat kita semua adalah, dapatkah kita menjaga kekhasan, kultur asli wilayah ini, tanpa menonjolkan sisi hedonisme perkotaan dari tangerang itu sendiri, karena bila tidak, moral kota ini akan tergerus seiring dengan menghilangnya identitas wargaya sebagai sebuah warga dari kota yang dulu pernah mempunyai hal yang bisa diidentifikasikan sebagai TANGERANG.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar